­

♥ Aku dan Rinduku

April 12, 2016

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Entahlah, beberapa hari ini lagi senang-senangnya rapiin folder di hardisk lepi gue. Dan nemu beberapa tulisan-tulisan gak penting gue. Dari beberapa tulisan, ada satu tulisan yang pengen gue posting di blog ini. Siapa tau aja ada sahabat blogger yang tersesat dan tertarik buat baca.

Aku dan RInduku
Gambar gue comot dari sini
Ya ampun Azhel,berapa kali sih harus mama ingatin kamu! Kalau pulang kerja, sepatunya simpan di rak sepatu, tas kerja langsung di bawa ke kamar jangan disimpan di sofa, jangan suka berantakin rumah dong… kamu kan sudah besar, mengertilah. Mama di rumah juga capek ngurusin rumah, mama bukan robot… ” dan bla… bla… bla…
Untuk hari ini mama ngomelnya sudah tiga kali. Yah sudah tiga kali dan kupertegas untuk hari ini! tadi pagi sebelum berangkat kerja, siang saat aku istirahat dan makan siang di rumah dan sore ini saat aku pulang kerja. Omelan mama seperti obat yang pahit dan harus bin wajib aku santap setiap hari.

Oh mama, sebenarnya mama itu tidak faham atau pura-pura tidak faham atau memang tidak mau faham dengan keadaanku sebagai seorang pekerja. Aku kan baru pulang kerja masih capek dan perlu istirahat sejenak buat menyegarkan otak. Bukannya pulang kerja disambut dengan senyuman eh malah dengan omelan. Apa mama fikir aku di kantor lagi bersenang-senang. Lagi-lagi kututup telingaku dengan bantal saat mama mengomel di mulut pintu kamarku yang terbuka lebar.
Selesai ngomel, mama pergi dari kamarku, bukan dengar perintah mama diomelan tadi yang menyuruhku meletakkan sepatu dan tas kerja pada tempatnya, aku malah beranjak mengunci pintu kamar lalu mengambil laptop di dalam tas kerja, kuletakkan laptop di atas kasur. Posisi tubuhku tiarap menghadap laptop yang terbuka sembilan puluh derajat. Online, buka blog dan curhat sejenak. Jemariku mulai menari di papan hitam berbentuk tombol-tombol. Ku ketik judul blog “mama seperti teroris”.
Posting galau, gundah, gulana…
Ini udah yang kesikian kalinya mama marah dan mengomel padaku. Mama benar-benar berubah. Semakin aku tumbuh menjadi dewasa sebaliknya mama menganggapku seperti anak kecil yang masih harus diatur ini dan itu. Oh mamaku, kenapa mama berubah, mama dulu yang lembut kini kok seperti orang yang tempramental.  Mama seperti seorang teroris bagiku.
Dulu, waktu papa masih hidup mama tidak pernah marah seperti ini. Mama begitu halus dan lembut, mama tidak pernah marah. Aku ingat waktu masih SD, guru di sekolah bertanya. Siapa wanita yang aku kagumi. Dengan bangga aku bilang kepada guru “Mama”. Itu dulu, waktu aku belum tau siapa mama yang sebenarnya. Tapi sekarang, kalau ada yang bertanya siapa wanita yang aku kagumi, apa yang harus aku jawab? Akan berat lidahku mengatakan “Mama” sebab mama sekarang seperti monster yang selalu menakut-nakutiku. oh Tuhan… kembalikan mamaku yang dulu. Kembalikan mama yang selalu memanjakanku, kembalikan mama yang selalu menasehatiu dengan untaian kata-katanya yang indah, kembalikan mama yang selalu memotivasi jalan hidupku. Aku rindu mama yang dulu.
***
Tok, tok, tok…. Suara pintu kamarku diketuk sesorang
Zel, Azhel… makan malam sudah siap” Suara mama memanggil di balik pintu.
Astaga! Aku ketiduran. Kulihat jam yang bertengger di dinding kamarku tepat di atas meja belajar. Apa? Jam delapan malam. Segera aku bangkit dari tidur lalu membukakan mama pintu.  
Ya ampuuuun Azheeeel. Ini sudah jam berapa? Kenapa tidak mandi sore dan ganti baju! Kelakuanmu kok seperti anak kecil sih! Mama masak kamu tidak bantu, cucian piring mama yang cuci, pakaian yang dijemur mama yang angkat, bak mandi mama juga yang isi. Mau jadi apa kamu zhel?
Melihat tubuhku yang kusut dan acak-acakan mama kembali marah dan marah. Empat kali, yah untuk hari ini omelan mama sudah empat kali. Bayangkan kalau seminggu dikalkulasikan omelan mama bisa sampai dua puluh delapan kali, bagaimana telinga dan ubun-ubun tidak meriang diomelin setiap saat.
Udah deh ma, azhel udah besar. Azhel tau apa yang harus azhel lakukan. Azhel Cuma capek, makanya ketiduran” Kali ini aku membantah omelan mama.
Azhel ! kamu ini sudah mulai berani bantah mama” Mama semakin marah.
Azhel bukan bantah mama, tapi….
Sudah cukup !!! jangan mentang-mentang kamu sudah kerja, menghasilkan uang dan bisa memberikan mama uang kamu seenaknya menganggap mama. Ingat Zhel, mama bukan pembantumu, mama ini mama kamu
Aku kembali ke kamar meninggalkan mama. Tanpa sadar aku membanting pintu kamar dan menguncinya kembali. Terserah mama mau ngomel sebanyak apa di luar, enek, muyak, kupingku rasanya mau meleleh dengar omelan mama yang tak berujung.
Malam ini aku tidak menemani mama makan malam. Marah, aku marah sekali. Mama benar-benar tidak mau tahu dan tidak mau mengerti keadaanku sebagai wanita pekerja tepatnya wanita karir. Suasana rumah semakin tidak nyaman, hubunganku dengan mama semakin tidak harmonis. Kalau mama sudah mengomel panjang lebar hasilnya aku dan mama tidak tegur sapa dalam beberapa hari. Entah berapa kali aku dan mama sering tidak tegur sapa dikarenakan hal-hal yang kadang menurutku sepele tapi mama anggap itu hal yang luar biasa atau sebaliknya.
 “Aku malas pulang!” cetusku kepada mas Dafa kakak sulungku.
Hari ini pulang kerja aku tidak langsung ke rumah, tapi ku arahkan motor ke rumah mas Dafa. Rasanya lebih nyaman di rumah mas Dafa, sebab ada Mba’ Tanty istri mas Dafa yang selalu mengerti keadaanku, beda dengan mama yang selalu menyodorkan seribu macam tuntutan kepadaku. Mba Tanty orangnya lembut penuh dengan kasih sayang, tutur bahasanya teratur dan tidak menyakitkan bila dia mengucapkannya. Beruntung sekali Refi dan Naya menjadi anak mba Tanty.
Kasian mama di rumah sendirian Zhel” ucap mas Dafa menyuruhku pulang.
Mas tidak suka yah azhel di sini?
Bukan mas tidak suka, kasian mama
Tapi mama tidak pernah kasian sama azhel. Mama Cuma tau mengatur dan ngomelin Azhel sepanjang waktu. Mas Dafa tau tidak, kalau azhel dan mama sering tidak bertegur sapa
Mama atau kamu yang tidak mau negur
Udah deh mas, Azhel pusing nih ngadepin mama
Ya sudah, kalau kamu tidak mau pulang. monggo, welcome to gubuk mas Dafa, hahaaaa.. Tapiiiiii, kamu mesti ijin dulu sama mama
Azhel pulang aja. Mas Dafa seperti mama. Cerewet, banyak maunya!”  Mas Dafa dan mba tanty hanya tersenyum liat ketusanku. Ku raih tas kerja dan kunci motorku. Berlalu dan pergi menerobos senja.
***
Kejadian omelan mama seminggu lalu yang mengakibatkan dua hari aku dan mama saling diam tanpa teugr sapa kini hilang ditelan bumi. Mama seperti telah melupakan kejadian itu dan akupun ikut pura-pura melupakannya. Weekend kali mama pamit untuk tidur beberapa hari di rumah mas Dafa, katanya rindu dengan Refi dan Naya cucu kesayangannya. OK, silahkan ke rumah mas Dafa.
Mama nginap di rumah Dafa yah. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu cucu-cucu mama” ucap mama sambil memasukkan beberapa lembar pakaiannya di dalam tas disabtu sore. Aku diam sambil menikmati acara televisi.
bisa antar mama ke rumah Dafa tidak?” tanya mama melanjutkan ucapannya.
Iya, bisa. Mama beres-beres saja. Kalau sudah selesai langsung Azhel antar
Aku masih duduk depan televisi tanpa menoleh ke arah mama yang masih sibuk bersiap-siap untuk pergi ke rumah mas Dafa.Cuek. Sama sekali aku cuek dengan mama. Ini gara-gara kebiasaanku yang sering acuh kepada mama pada saat mama mengomel. Tidak ada sedikitpun rasa berat hati untuk ditinggalkan mama pergi, yah walau hanya ke tempat mas Dafa dan hanya beberapa hari. Karena kuanggap dengan kepergian mama berarti beban otakku berkurang karena tidak ada omelan mama.
Nanti malam jangan keluyuran, cuci piring, pakaian sudah mama keringkan di mesin cuci besok pagi jangan lupa di jemur. Bunga mama, tolong di siramkan juga. Sama itu makanan, mama sudah masak, tinggal kamu panaskan saja. Mama tidak sempat menyelesaikan itu semua. Ingat kalau ada apa-apa telpon mama atau Dafa” pesan mama saat aku pamit pulang setelah mengantarnya ke rumah mas Dafa.
“Iya mah” Mama masih juga bawel sebelum aku pulang setelah mengantarnya ke rumah mas Dafa.
Di teras rumah. Angin malam berhembus lembut membuai anganku kemasa lalu, rumput dipekarangan menari dengan semilirnya angin yang meniup mesrah alam. Fikiranku lepas jauh dimasa lampau, dimasa aku merasa indahnya hidup, dimasa aku merasa bahagianya hidup, dimasa aku merasa tangan-tangan dan sentuhan lembut orang-orang yang menyayangiku, dimasa aku merasa inilah karunia hidup dari Tuhan.
Masih di teras rumah laptop menemani, jemariku sudah siap di atas tuts keyboard yang merangkai huruf alphabet dengan begitu rapinya. Blogku sudah terpampang luas di layar laptop, edisi curhat akan dimulai di blog. Sudah hampir 10 menit aku menatap kosong ke arah blogku, nihil… fikiranku belum fokus, aku bingung akan membuat judul blog apa? Pandangan kulempar jauh ke luar rumah, di luar dari pekarang rumah. aspal, jalan umum yang biasanya hilir mudik orang-orang dan malam ini jalan itu terasa sunyi, sepi. Hanya suara jangkrik memecah kesunyian malam. Ku tarik nafas dalam-dalam lalu kuhembuskan perlahan, segar, rasanya bebanku berkurang separuh. Ku tarik kembali pandanganku ke arah laptop yang sudah terbuka lebar dan sudah siap menerima curhatanku malam ini. Mama? Oh mama… sudah! lupakan mama yang sekarang. Aku ingin bernostalgia dengan masa indah yang dulu, aku ingin mama yang dulu kembali. Perlahan jemariku menekan tombol-tombol yang membentang pada papan laptop. “Rindu Mama” judul blogku kali ini.
Mama, Azhel rindu mama yang dulu, yang penuh kasih sayang. Ma, Azhel rindu mama. (cuplikan lirik lagu ini, mewakili rindunya azhel dengan mama)
Kubuka album biru _ Penuh debu dan usang _ Ku pandangi semua gambar diri _ Kecil bersih belum ternoda _ Pikirkupun melayang  _ Dahulu penuh kasih _ Teringat semua cerita orang _ Tentang riwayatku _ Kata mereka diriku slalu dimanja _ Kata mereka diriku slalu dtimang _ Nada nada yang indah _ Slalu terurai darinya _ Tangisan nakal dari bibirku _ Takkan jadi deritanya _ Tangan halus dan suci _ Tlah mengangkat diri ini _ Jiwa raga dan seluruh hidup _ Rela dia berikan _ Oh bunda ada dan tiada dirimu _ Kan slalu ada di dalam hatiku.
Aku terkejut saat pulang kerja mendapati pintu rumah dalam keadaan tidak terkunci, ku ucapkan salam tidak lama dari dalam rumah ada yang menjawab salamku. Ternyata mama sudah pulang, genap tiga hari mama tinggal di rumah mas Dafa.
Azheeeeeeel…” teriak mama dari dapur setelah menjawab salamku.
yah mah…” jawabku sambil berlari kecil menuju mama yang lagi di dapur, tepatnya mama di dapur sedang masak dan cuci piring.
O-oww…” ucapku berbisik sambil melihat wajah garang mama.
Azhel, mamakan sudah pesan sama kamu, jangan keluyuran, cuci piring, jemur pakaian, siram bunga mama dan panaskan makanan. Tapi apa yang terjadi?  Cucian piring numpuk! Pakaian jadi bau karena berhari-hari dalam pengering mesin cuci! Bunga mama layu! Makanan semua basi! Ya Tuhaaaaan Azel. Mama harus gimana zhel biar kamu itu bisa mandiri ” dan bla… bla… bla…
Mama ngomel lagi, meneteskan air mata. Aku diam, aku tau ini salahku, tapi omelan mama terlalu menerorku. Ingin rasanya aku teriak “SUDAH MA, BIAR AZHEL BERESKAN SEMUANYA, OMELAN MAMA CUKUP!!!”. Tapi lidah ini kaku untuk berucap. Ini memang kesalahanku paling fatal. Entahlah, aku yang belum dewasa atau mama yang terlalu banyak menuntut. Tapi aku ada alasan untuk tidak menyelesaikan pekerjaan itu semua.
Mama tau tidak, Azhel ini bukan anak kecil lagi yang harus diomel setiap hari. Mama faham tidak apa yang azhel rasakan. Azhel juga manusia ma, azhel capek, azhel juga butuh isitrahat! Kalau mama tidak sangup menyelesaikan semua pekerjaan, tidak masalah. Azhel akan bayar pembantu, biar mama bisa santai seharian di rumah!
Azhel, semakin besar, kamu semakin berani melawan mama
Mama yang buat azhel berani melawan mama. Sadar tidak sih! Azhel muak dengan omelan mama tiap hari, azhel capek
Aku pergi ke kamar membanting dan mengunci pintu kamar. Kudengar mama masih ngomel. Ah mama, padahal ini hanya masalah sepele, kenapa kita mesti bertengkar seperti ini. Sejak itu aku memutuskan untuk tidak tinggal bersama mama. Aku keluar dari rumah dan mencari rumah kontrakan sendiri.
***
Beningan hangat mengalir di kedua pipiku. Alirannya terasa semakin deras, nafasku ikut terisak karena tangis mulai membahana di wajahku. Sebuah tangan halus menyeka perlahan. Tangan yang senantiasa akan menjagaku beserta keturunanku.
Sayang, kamu kenapa?” Tanya Rudi suamiku.
Aku rindu mama mas! Aku sudah jahat dengan mama. Sudah lama aku tidak bertemu mama. Disaat kita menikahpun mama tidak hadir, hanya mas Dafa sebagai waliku.” Jawabku diiringi dengan isak tangis. Rudi memeluku dengan hangat, menenangkan kegundahan hati yang kurasakan. Baru saja aku mengingat kembali kisah itu, ya itu adalah kisah pahitku pada mama yang semakin membuat aku rindu dengan mama. Rudi berjanji akan mengantarkanku ke rumah mama setelah sehat nanti.
Tidak lama kemudian, seorang perawat rumah sakit datang ke ruanganku dengan menggendong seorang bayi. Yah bayi, baru saja aku melahirkan seorang bayi dengan penuh perjuangan. Penuh tantangan dan penuh pertaruhan. Aku benar-benar merasakan inilah pertaruhan dua nyawa. Sungguh luar biasa menjadi seorang ibu, sakit yang tak akan pernah kaum adam rasakan ini membuat aku sadar bawha perjuangan mama untukku begitu besar. Demi aku, mama merasakan penderitaan dan merasakan rasa sakit yang hampir merenggut nyawa ini. Aku sangat berhutang dengan mama, jasa mama tidak akan pernah terbayarkan oleh apapun juga, oleh nyawaku sekalipun. Selama ini aku hanya menyakiti hati mama, selama ini aku hanya meremehkan mama, selama ini aku hanya menganggap mama adalah beban fikiranku. Aku menyesal telah meninggalkan mama.
Memori silam mengingatkanku betapa bodohnya aku menjadi anak mama. Betapa dungunya aku menyia-nyiakan dan meninggalkan mama. Betapa bengalnya aku membantah semua nasihat mama yang ku anggap adalah omelan dan amarah mama. Aku tidak pernah berfikir, betapa luar biasanya mama mempertaruhkan hidupnya demi hidupku, betapa besarnya semangat mama mendidik dan memeliharaku hingga dewasa, betapa cintanya mama kepadaku dan anak-anaknya. Mama, maafkan aku.
Perawat itu memberikan bayi mungil kepelukanku. Terhipnotislah airmataku, tetas demi tetes mengalir membasahi pipiku. Kulayangkan kecupan hangat ke dahi bayi perempuanku yang baru saja lahir di dunia. Bahagia yang tidak terkira menghampiri aku dan Rudi ketika dinyatakan aku dan bayiku lahir dengan sehat dan selamat. Dan aku bisa merasakan betapa bahagianya mama saat mama melahirkan aku, apa yang kurasakan saat ini pasti pernah mama rasakan ketika dulu, ketika melahirkanku di dunia.
I love You mom. Aku sayang mama, aku sangat rindu dengan mama. Aku tahu cintaku pada mama tidak sebesar cinta mama kepadaku. Tapi cintaku akan setulus dan seikhlas cinta mama kepadaku. Ku buka gadget untuk memposting blog tentang mama dengan judul “aku dan rinduku ”.
Mama, aku adalah anak yang tak tahu balas budi. Aku adalah anak yang bandel dan pantas mendapatkan hukuman. Aku adalah anak yang tidak bisa kau banggakan. Tapi aku adalah anak mama yang akan mencintai mama sepanjang hayatku.
Mama, jika hidup bisa di tawar. Ingin aku mengulang kembali masa-masa indah kita, masa-masa dimana mama menimangku, membuaiku, mendidiku, menasehatku dengan manja dan penuh kasih sayang.
Mama, penyesalan ini sangat besar. Setiap tetes air matamu tak dapat kubayar dengan berlian berharga sekalipun. Mama aku rindu padamu, maafkan anakmu yang baru mengenal apa artinya durhaka dan apa artinya dosa.
Mama, rinduku sangat dalam, lebih dalam dari lautan samudera. Rinduku sangat besar, lebih besar dari dunia, rinduku sangat tinggi, lebih tinggi dari langit. Rinduku tak terbatas padamu mama. Obatilah rinduku dengan senyum indahmu. Maafkan anakmu yang sangat merindukanmu mama.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
iNote:

Gue sebenarnya suka nulis. Tulisan gue kalau cerpen udah ratusan cerpen gue buat, tapi gue belum punya nyali buat terbitin buku. Selain gak punya nyali, yang bikin menghabat kenapa gue gak pernah terbitkan buku, yah karena gue sendiri bingung "genre" tulisan gue ini apa? hiks!

Tulisan ini pernah gue ikutkan lomba cerpen di dalah satu penerbit. Daaaan hasilnyaaa... tulisan gue kalah :(
hebat yah...

Thanks Udah scroll postingan yang ini

You Might Also Like

0 Comments