♥ Tentang Dalas (Cerita Fiksi)
April 11, 2016
Kepalanya nunduk bibir tersenyum-senyum
matanya tajam menatap layar henpon butut yang ada digenggaman kedua tangannya.
Kedua jempolnya sedaritadi sibuk menekan keyboard
di henponnya. Selain senyum-senyum bareng henpon, kadang juga marah-marah bareng
henpon, sampai suap-suapan bareng henpon, pegang-pegangan, elus-elusan. Halah…
Jika diperhatikan, miripi orang yang lagi kesambet jin penunggu goa cinta. Goa cinta emang dimana? Nggak tau.
Kalau jaman sekarang emang hal itu nggak
aneh, tapi diwaktu jaman negara api sedang diserang, itu tampak aneh banget.
Apalagi yang natapin henpon sampai segitunya adalah sahabat gue yang selama ini
nggak doyan berlama-lama dengan henpon, bahkan kalau ke luar rumah sering nggak
bawa henpon. Kalau di telpon, yang angkat sering mama atau orang di rumahnya
dan bilang “Dalas lagi nggak di rumah, dia nggak bawa henponnya”. Buat gue, dia
itu sedang aneh.
Namanya Dalas. Dia adalah sahabat gue
di kampus semester awal, di luar kampus dia bukan sahabat gue lagi. Kita
musuhan. Paansih. Dalas paling hobi
main game dan baca komik Naruto. Pulang
dari kampus, kerjaannya adalah duduk ganteng depan televisi dan playstation. Kami ada jadwal rutin sebulan
dua kali gue dan Dalas bareng teman-teman lainnya serbu time zone di ramayana. Okeh, gue akuin dia kalau main game, pasti
jago. Gue pernah dikasih dua boneka unyu
hasil dia mainin salah satu game di time
zone.
Dalas emang hebat menaklukan game, namun dia malah nggak ada kehebatan sama sekali naklukin Cewek. Semua
cewek yang didekatinya hanya sampai batas status ‘calon gebetan’. Setelah itu
cewek-cewek pergi entah kemana. Dalas adalah cowok biasa-biasa aja yang nggak
punya nyali ungkapin rasa cintanya ke cewek, tapi punya rasa ge’er yang gede
banget dari batoknya. Gue heran dengan dia. Bisa gitu yah.
“Dia pasti naksir. Gue yakin” kata Dalas
ke gue waktu duduk di bangku samping kelas saat jam pergantian kuliah.
“Siapa?” tanya gue.
“Erika” jawabnya tegas.
“Erika?” gue meyakinkan kalau nama yang
disebutnya salah, kali aja pendengaran gue lagi ada masalah.
“Iyah. Erika. Di kelas tadi dia
natap-natap gue gitu. Senyum-senyum juga. Pas kelas bubar dia dekatin gue
dengan lembut dia nanya ‘kamu masih ada kuliah nggak hari ini? Bisa tunggu sebentar?
ada sesuatu yang mau aku kasih ke kamu’. Bukannya itu tanda dia naksir ke gue?”
cerita Dalas semangat.
“Bisa jadi, sih! Eh tapi lo yakin dia
nanyanya ke lo? Bukan orang disekitar lo?”
“Gue yakin!… keyakinan gue seratus
persen”
Gue hening.
“Kira-kira, gue harus gimana yah? Masa
gue nggak ngasi apa-apa kedia. Errrr… Kalau gitu Gue beli bunga dulu deh, atau ice cream aja atau….” lanjut Dalas
sambil mondar-mandir depan gue kayak setrikaan, bikin pandangan mata gue jadi
ribet.
“Santailah….” Gue sewot.
“Bantu mikir dong la, bentar lagi Erika
bakal datang ngasi gue sesuatu. Masa gue nggak balas ngasi dia sesuatu juga” Dalas panik. Kepanikannya menjadi-jadi saat dari
jauh tampak sosok Erika berjalan gemulai ke arah kami. Seperti ada blower meniup-niup rambut indahnya,
terbang-terbang gitu seperti difilm romantis. Senyum Erika mengambang mengiri
langkahnya. Dalas terpaku dalam pesona cantik Erika.
“Tuh kan la… dia udah datang, gue mesti
gimana, nih?” lanjut Dalas yang udah panik tingkat kecamatan. Gue masih hening.
Erika mendekat.
“sory
kalau kamu nunggunya lama” ucap Erika lembut ke Dalas. Gue nggak percaya. Erika
betulan naksir Dalas? Kok, dia menghampiri Dalas dan bilang ‘sory kalau kamu nunggu lama’ Wah-wah,
katarak nih matanya Erika. Cantik-cantik kok seleranya Dalas, sih.
“Eng… nggak lama kok, Er” sahut Dalas
gerogi. Gue masih bengong dengan mulut setengah menganga.
“Inih…” kata Erika sambil memberikan
sebuah amplop putih. Dengan tangan gemetaran Dalas menerima amplop tersebut. “Surat cinta” batin Dalas berbisik
menebak isi amplop. Gue masih hening dan bengong dengan tatapan bingung.
“Itu titipan mama aku buat mama kamu. Kata
mama, itu uang kue yang dipesan kemarin. Kuenya enak” Erika menjelaskan isi
amplop tersebut.
“i.. ini bukan surat cinta?” tanya Dalas
polos. Erika mengerutkan keningnya dengan ekspresi bingung. “Jadi… kamu nggak
jadi naksir aku?” lanjut Dalas.
“Naksir? Dalas kamu apaan, sih!” Erika
tersenyum jijik melihat Dalas.
“Jadi…. Naksir…. Tadi…. Kamu… ” Dalas gagap.
“Ya udah. Jangan lupa amplopnya kasih
mama kamu. Thanks yah” Erika pun pergi.
“Naksir? Dalas kamu apaan, sih! HAHAHA”
gue membully Dalas mengikutin kalimat
Erika, lalu pergi dengan tawa lepas. Dalas mematung, kecewa dan malu.
Itu salah satu dari salah banyak
kege’eran yang dilakukan Dalas soal cewek. Dalas pernah ge’er dengan mbak pramuniaga
berbaju hijau di toko sebelah kampus gue. Padahal pramuniaga cuma bantuin Dalas
buat ngambil pop mie di rak yang agak
tinggi. Pramuniaganya naik di bangku kecil terus ngambilin pop mie yang nggak bisa diraih Dalas. Mbak pramuniaga memberikan pop mie tersebut ke Dalas dengan
senyum-senyum kemudian dikasir Dalas bilang ke gue “Mbak prmamuniaga yang pakai
baju hijau naksir gue” gue langsung celingak celinguk mencari sosok mbak
prmuniaga berbaju hijau yang dimaksud Dalas.
“Yang mana satu?” gue ngeliat semua
mbak-mbak pramuniaga disitu pakai baju hijau dengan motif sama. Yah emang baju
dinas pramuniaga di toko itu, sih.
“Yang mana yah tadi?” tanya Dalas sambil
ikut mencari sosok mbak pramuniaga yang naksir dia.
Okeh, kege’er-an Dalas udah akut dan mungkin
bakal abadi. Selain dua kisah kege’era-annya di atas, dia pernah ge’er dengan
mbak-mbak SPG yang lagi nawarin brosur produknya waktu ada pameran di Grand Tarakan Mall. Ini penting nggak,
sih ge’ernya Dalas. Pernah juga dia ge’er dengan Custemer service disalah satu bank swasta yang lagi promoin
asuransi. Dan paling parah Dalas pernah ge’er dengan ibu Mawar Dosen kalkulus
gue. Pokoknya ge’er-nya Dalas udah parah seada-adanya. Kalau udah begini, Gue
pengen pensiun dini jadi sahabat Dalas.
Eh pensiun dini gue jadi sahabat Dalas nggak
jadi. Mengingat dia kurang memiliki teman, gue malah jadi iba sama dia. Gue
kebayang aja entar kalau gue pensiun terus temannya Dalas siapa? Jangankan
cewek-cewek di kampus, cowok-cowok di kampus aja malas temanan dengan dia.
Ge’er-nya super duper parah. Gue nyari cara biar dia bisa punya teman dan gue
bisa pensiun jadi sahabatnya.
Hingga suatu hari facebook booming di dunia internet. Gue jadi punya ide buat Dalas
untuk bersosialita di dunia maya, siapa tau dia bisa punya teman banyak. Akhirnya
gue kenalkan Dalas dengan facebook
dan facebook dengan Dalas. Gue bantu Dalas
buat akun di facebook, gue ajarin apa
aja yang gue tau tentang ilmu menggunakan facebook
pada Dalas. Gue ajarin Dalas add pertemanan, mengubah profil, membuat
status facebook, upload foto , chating dengan teman di facebook. Sampai akhirnya mereka (Dalas
dan facebook) pun saling kenal. Dalas
bisa menggunakan facebook tanpa bantuan
gue lagi.
Jiwa gamer masih merasuk dalam sanubari Dalas. Perkenalannya dengan Facebook membuat ia merubah kegiatan
main playstation di depan televisi
menjadi main poker di depan leptopnya.
Dan mengganggu kehidupan facebook
gue.
“Bisa nggak, sih notification facebook gue
bukan dari poker lo” gue sewot. Jujur
gue gondokan dengan notifikasi game
pooker dari teman-teman facebook
gue. Main yah main, nggak usah ajak-ajak, dong. Kalau udah gitu, solusinya yah
kalau nggak gue block yah gue unfriend.
“Santailah…” Dalas ngomong sekenaknya.
“Mau gue block atau gue hack akun facebook lo”
“Jangan dong la”
Sejak gue sewot soal notification game poker Dalas, sejak itu
juga gue sudah jarang nemuin dipemberitahuan facebook gue tentang ajakan main poker dari Dalas. Gue ngelus dada tanda lega.
Sejak tau facebook, Dalas lebih sering main leptop ketimbang main playstation di televisi. Dan satu lagi,
Dalas juga lebih sering bawa henpon kemana aja dia pergi. Gue nggak tau,
ngaruhnya facebook dengan henpon
butunya itu apa, nggak bisa facebookan
di henpon bututnya juga kan. Yang jelas semenjak Dalas main facebook semenjak itulah henpon sangat
berarti buat Dalas.
***
One
day…
Gue dan Dalas dapat tugas kelompok mata
kuliah Manajemen Umum. Senin harus dikumpul
laporannya dijilid dengan rapi. Rencana pulang dari kampus setelah makan mie
ayam bareng, kita rencana mau ke rumah gue buat selesaikan tugas tersebut.
(Baca
paragraf paling pertama dari tulisan ini, tentang hal aneh yang dilakukan Dalas)
*Yang lupa paragraf pertama, nih gue copas lagi, deh!
Kepalanya
nunduk bibir tersenyum-senyum matanya tajam menatap layar henpon butut yang ada
digenggaman kedua tangannya. Kedua jempolnya sedaritadi sibuk menekan keyboard di henponnya. Selain
senyum-senyum bareng henpon, kadang juga marah-marah bareng henpon, sampai
suap-suapan bareng henpon, pegang-pegangan, elus-elusan. Halah… Jika
diperhatikan, miripi orang yang lagi kesambet jin penunggu goa cinta. Goa cinta emang dimana? Nggak tau.
Hari itu, gue dan Dalas makan mie ayam
di warung pak Sukidi yang ada di poros jalan Dokter Sutomo. Gue dan Dalas bawa
motor masing-masing. Udah parkir, gue masuk warung duluan cari posisi yang
strategis. Nggak lama Dalas ikut masuk. Sejak dari parkiran, Dalas sibuk dengan
henponnya. Matanya fokus ke layar henpon butut miliknya. Gue curiga dia lagi
main snake (salah satu game paling populer di henpon butut
waktu negara api diserang).
Di warung pak Sukidi itu kalau mau
pesan makanan kita bisa datangin langsung ke meja kasir atau duduk manis di
kursi sampai pramuniaga datang. Nah karena warung waktu itu lagi rame, supaya
dapat layanan cepat gue suruh Dalas pesan makanan langsung ke meja kasir.
“Las, pesan! Gue mie ayam plus es teh” kata gue suruh Dalas yang
masih berjalan masuk ke warung. Dalas nggak noleh ke gue, dia terus melangkah
sambil kepala masih menunduk menatap layar henpon yang ada digenggaman kedua
tangannya.
“Pak! Mie Ayam dan es teh nya dua” ucap
Dalas santai dan sok kenal tanpa melihat pramuniaga yang ada di balik meja kasir.
Dalas masih dalam posisi kepala yang sama, nunduk dan mata fokus ke henpon.
“HEH MAS!!! MATA DIPAKE DONG, JANGAN
DISIMPAN DI DENGKUL. MAU DISIRAM KUAH BAKSO?” yang diajak ngomong oleh Dalas
malah marah.
Seorang laki-laki bertubuh kekar
berdiri dan ditangannya memegang mangkuk yang berisikan bakso panas. Sontak
semua mata yang ada di warung itu memandang ke arah Dalas dan laki-laki
tersebut. Dalas kaget, ia mengangkat kepala ke arah orang yang marah ke dia. Dalas
telan ludah. Ia sadar, ia salah tempat memesan mie ayam. Dalas ternyata berdiri
disalah satu meja yang ditempati oleh laki-laki bertubuh kekar dan pacarnya.
Meja kasir masih jauh lagi, di sana.
“Ehh maaf mas.. Maaf, maaf… saya nggak
lihat” Dalas langsung memasukkan henpon ke dalam saku celananya lalu nyelonong
pergi ke meja kasir. Selesai pesan, ia buru-buru duduk di kursi di samping gue,
semua mata masih mandangin Dalas dengan tatapan illfeel. Gue yang didekatin Dalas rasanya pengen klarifikasi keorang-orang
dengan bilang ‘Santai bro! gue nggak
kenal dengan lelaki dodol ini. Dia hanya numpang duduk di kursi di samping gue
aja. Serius!’ tapi mulut gue bungkam dan hanya bisa pasang ekspresi ‘Mampus!’. Kalau disuruh milih, gue lebih
milih sembunyi di ketek emak, nggak apa deh menahan kecutnya ketek emak dari
pada gue harus berasa dalam situasi dan kondisi gini. Ampun! Dodolnya Dalas udah
akut banget seakut ge’er yang dimilikinya.
Pramuniaga membawa nampan berisi dua
mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh. supaya menggugah selera, mie ayam gue
campur sedikit saos, kecap manis, jeruk nipis dan sambel. Sementara itu Dalas
masih sibuk dengan henpon. Kemudian Gue aduk campuran-campuran tadi dengan mie
ayam, gue cicip. Dalas masih sibuk dengan henpon. Saat gue ngerasa mie ayam
udah pas rasanya gue pun semangat buat menyikat mie ayam. Dalas masih tetap sibuk
dengan henpon. Lalu gue lahap mie ayam tersebut.
“Lo gak makan? Ada apa sih di henpon
lo? Seru banget kayaknya” tanya gue.
“Engak ada apa-apa” jawabnya datar
sambil masih utak-atik henpon.
“Dari tadi senyum-senyum sendiri, apaan
sih?” gue penasaran lalu menyita henpon Dalas dari tangannya.
“La, la, la… jangan dong!” Dalas kalah
sigap. Gue berhasil meraih henpon miliknya. Gue lihat di layar, sebuah SMS dari
kontak berinisial “iHeart”.
“Cieeh, yang lagi pacaran di SMS” canda
gue sambil balikin henpon milik Dalas lalu melanjutkan makan mie ayam. Dalas
cengengesan.
“Siapa dia?” tanya gue.
“Dia calon pacar gue” jawab Dalas polos
sambil nyengir kuda.
“Gak usah ge’er deh. Entar kayak kemaren-kemaren. Ge’er lo tu pamali tau nggak”
“Beneran! Nanti gue kenalin ke lo”
“Emang anak mana?” tanya gue lagi,
sambil terus menikmati mie ayam. Dalas meletakkan henponnya lalu memulai
menikmati mie ayam.
“Anak Tarakan juga, tapi gue belum
ketemu dia. Masih kenal lewat SMS aja”
“Gimana ceritanya bisa SMSan tapi belum
pernah ketemuan. Emang kenal dimana, sih kalian?”
“Gue dan dia kenalan di facebook”
“Slamat yah.. teman gue akhirnya punya
kenalan juga” kata gue sambil ngelus dada. ‘Terima
kasih Tuhan’ ucap gue membatin. Berarti gue bisa pensiun dini dari
sahabatnya. Yeeeeeey.
“Dia ngajak gue satnite di taman oval” kata Dalas semangat.
“Oyaaah!” gue sruput es teh. Gue
ngelihat ada secercah harapan di mata Dalas. Ia tampak bahagia banget. Tampak
keyakinan yang besar.
***
Hari yang ditunggu Dalas tiba. Gue penasaran
calon pacar Dalas orangnya gimana. Malam minggu itu gue udah nongkrong duluan
di taman oval, tanpa sepengetahuan Dalas pastinya. Gue masuk dalam taman,
sembunyi dibalik tempat yang remang. Selang beberapa menit, gue liat Dalas
datang sendirian. Ada sekuntum bunga di tangan Dalas. Nyuri bunga dimana lagi anak itu. Gue berusaha sembunyi dari
pandangan Dalas. Dalas memasuki area café
yang ada di taman oval, duduk di salah satu kursi. Dari tempat intaian, gue
ngeliat Dalas beberapa kali nengok henponnya. Ada pramuniaga menghampiri Dalas
membawakan daftar menu makanan. kemudian pramuniaga meninggalkan Dalas kembali
duduk sendiri.
Si calon pacar Dalas belum kunjung
tiba. Nyamuk udah mulai jadi darakula, ciumin lalu isap darah gue di tempat
pengintaian. Nyamuk yang bisa gue tabok yah gue tabok dan yang nggak bisa gue
tabok yah gue pasrah aja sambil garuk-garuk asyik di bagian yang gatal bekas
gigitan nyamuk. Ini penting nggak sih!
Okeh. Gue udah dalam kondisi
bentol-bentol berkat gigitan nyamuk. Gue hampir pulang gara-gara udah putus asa
dengan para nyamuk yang membabi buta kerumunin gue. ‘Idolain gue sih idolain, tapi gak gini juga caranya’ *pelototin nyamuk,
mana tau mereka takut. Gue ngitung kancing sambil berbisik bilang “Pulang || nggak
|| pulang || nggak || pulang”.
Saat gue berdiri hendak bernajak dari
tempat persembunyian tiba-tiba mata gue tertuju pada sosok wanita berpakaian
seksi menghampiri Dalas. Gue kembali jongkok dan kembali memperhatikan Dalas
dan wanita tersebut. Dari tempat persembunyian gue lihat mereka asyik ngobrol.
Lima menit… sepuluh meit… lima belas
menit kemudian.
Kesabaran gue terbatas. Okeh! Gue
putuskan untuk pulang aja. Gue udah nggak tahan lagi. Nyamuk menggila, lebih
gila dari banteng liar. Gue udah nabok sana nabok sini, gue juga udah garuk
sana garuk sini. Gue beranjak pergi dari tempat persembunyian. Melangkah keluar
pintu taman oval. Gue lihat petugas taman dengan cetus gue bilang “Mas
besok-besok tamannya di fogging
(pengasapan) dong. Banyak nyamuk nih!”
“Makanya, besok-besok mbak bawa pacar dong,
sekalian bawa obat nyamuknya, hehehehehe…”
“Sialan!”
gue membatin. Lalu pergi.
***
Seninnya, di kampus. Gue liat Dalas
lagi duduk sendiri dengan wajah muram durjana. Dalas nggak seperti biasanya
yang sibuk dengan mengutak-atik keyboard
henpon dan natap tajam layar henponnya. Gue mendekati Dalas sambil membawa
laporan tugas matakuliah manajemen umum
yang belum dijilid dengan rapi.
“Gimana kencan lo kemarin malam?” tanya gue
sambil masih menggaruk lengan yang gatal hasil gigitan nyamuk ewaktu mengintai Dalas kencan. Dalas
noleh ke arah gue.
“Lo kenapa? Kok wajah dan tangan lo
merah-merah gitu. Kerumutan? Cacaran?” Dalas jawab dengan pertanyaan. Gue
cengengesan sambil nyengir domba.
“Digigitin nyamuk semalam. heheheee”
“Kok bisa?”
“Udah, lo nggak perlu tau. Gue pengen
tau gimana kencan lo? Seru nggak? Jadi siapa nama cewek itu? Tinggal
dimana?”
“Aaaaah, nggak ada kencan. Engak ada
serunya sama seakli. Nyesal gue!”
“Loh, kok gitu!”
“Gue ketipu!”
“Maksudnya? Lo di porotin? Duit lo dihabisin?”
“Bukaaan”
“Lah terus?”
“Gini-gini: malam itu gue kan janjian
ketemu dengan dia di taman oval. Dia datang, gue senang karena dia cantik
seperti di foto profil facebooknya.
Waktu kenalan gue sempat kaget karena suaranya ngebas gitu, ternyata dia lagi
terserang batuk flu. Setelah itu kami ngobrol asyik sambil pesan makan dan juice. Nah disela obrolan kami,
tiba-tiba segerombolan manusia dari planet lain menghampiri kami”
“Manusia dari planet lain? Maksudnya?”
tanya gue motong cerita Dalas.
“Cerita gue belum kelar, la!” Dalas
sewot. Lalu ia melanjutkan ceritanya.
“Segerombolan manunsia dari planet lain
itu adalah segerombolan banci yang gue nggak tau utusan dari planet mana mereka
semua. Tiba-tiba aja para manusia dari planet lain itu teriakin si dia ‘iiih,
cucok deh si lekong’. Gue geli dengarnya.
Dia pamit ke gue bentar buat nimbrung
dengan manusia planet luar itu. Nggak lama mas pramuniaga datang bawain pesanan
kami. Si pramuniaga nanya ‘Pacarnya mas?’ gue senyum-senyum aja. Lah gue belum
nembak si dia kan nggak enak juga langsung gue akuin dia pacar. Terus si mas
pramuniaga ngomong lagi ‘Mas udah tau siapa dia?’ gue geleng. ‘Dia itu kan banci
paling cantik disini mas, pacarnya banyak loh!’. Mampusss! Gue langsung
keluarkan duit, ngasi ke prmauniaga buat bayar makanan dan juice yang dipesan. Lalu nyelonong pergi, dari kejauhan si dia
kejar gue dan manggil nama gue” cerita Dalas penuh iba dan kekecewaan.
“HAHAHAHAHAHA…..” gue ngakak ketawa lepas.
“Udah deh, jangan ngeledek gitu” cetus Dalas.
“Siapa yang ngeledek, gue cuma ketawa
doang. HAHAHAHAHA”
“Bahagia banget, sih ngeliat gue
menderita”
“Siapa yang bahagia. Lucu tauuuuu..
HAHAHAHAHA, Kenapa lo gak jadi lekongnya dia aja. Kan seru tuh. Mana tau hidup
lo terjamin”
“Najis tralala yah. Emang gue cowok
apaan!”
Dalas stres berat. Dia langsung ngajak
gue ke labolatorium bebas yang ada di kampus. Kemudian online, buka facebook, ngeblock facebook si dia,
lalu menghapus akun facebooknya
sendiri.
“Gue udah gak mau main facebook lagi, jadi ngeri liat facebook” kata Dalas. Kemudian pamit,
lalu pergi dengan kekecewaan dan depresi mendalam. Gue terpaku ngeliat
kekecewaan Dalas yang enggak seperti biasanya.
“Dalaaas” panggil gue. keburu Dalas
udah pergi dengan motornya. Gue baru ingat kalau tugas matakuliah Manajemen Umum belum dijilid dan hari
ini mesti dikumpul. Tugas Dalas yang menjilid dan mengumpulnya. Segera gue raih
henpon, mencari kontak Dalas, lalu gue telpon.
“Halo….” jawab orang menerima telpon
gue di henpon Dalas.
“Loh.. ini.. Dalas?” gue bingung, suara
yang terima telpon suara emak-emak dan gak mirip sama sekali suara Dalas.
“Dalas lagi nggak di rumah, dia nggak
bawa henponnya” jawab penerima telpon. Gue tepok dijat. Iyah. Dalas kembali
keaktifitas awalnya. Tiap pulang ngampus Dalas duduk ganteng depan televisi
lalu main playstation. Dan kembali sering
ninggalkan henpon saat ke luar rumah.
AAKH DALAAAAS…….
-------------------------------------------------------------------------------------------
iNote:
- Cerita diatas merupakan cerita fiksi. Jika ada kesamaan nama, tempat dan alur cerita, mungkin karena gue sengaja. heheheheeeee
- Sebenarnya ide cerita berasal dari teman kuliah gue waktu semester satu.. Cowok, anaknya culun, suka main game dan gak lanjut kuliah saat di semester dua.. namanya: "GUE LUPA". hehehheee
Thanks udah scroll postingan gue... ♥
0 Comments